Make Money Online Up to $10.000 Every Weeks

Selasa, 26 November 2013

Kisah Islami

Sa’id bin Jubair
Badannya kekar, sempurna bentuk tubuhnya, lincah gerak-geriknya, cerdas otaknya, jenius akalnya, antusias terhadap kebajikan, dan menjauhi dosa. Meski hitam warna kulitnya, keriting rambutnya, dan asalnya dari Habsyi, namun tidaklah jatuh rasa percaya dirinya untuk menjadi manusia yang istimewa, apalagi umurnya masih muda.

Pemuda yang berasal dari Habsyi asli dan menjadi warga Arab ini sadar betul bahwa ilmu adalah jalan yang bisa mengantarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan takwa adalah jalan yang menuntunnya ke surga. Oleh sebab itu, dijadikannya takwa di sisi kanannya dan ilmu di sisi kirinya. Keduanya dipadukan dengan ikatan yang erat.
Dengan dua hal tersebut beliau mengarungi samudra kehidupan tanpa berleha-leha dan berpangku tangan. Sejak beliau masih muda, orang-orang telah mengenalnya sebagai pemuda yang akrab dengan buku-buku yang ia baca. Atau jika mereka tidak mendapatkannya sedang membaca buku, maka beliau tengah di mihrabnya untuk ibadah. Itulah dia manusia pilihan di zamannya, Sa’id bin Jubair radhiyallahu ‘anhu.
Pemuda Sa’id ini berguru kepada banyak sahabat senior, seperti Abu Sa’id al-Khudri, Adi bin Hatim ath-Thayy, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah ad-Dausi, Abdullah bin Umar maupun Ummul Mukminin Aisyah. Tapi guru utamanya adalah Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, guru besar umat Islam dan lautan ilmu yang luas.
Dengan setiap Sa’id bin Jubair mengikuti Abdullah bin Abbas layaknya bayangan yang selalu mengikuti orangnya. Dari sahabat inilah beliau menggali tafsir Alquran, hadis-hadis, dan seluk-beluknya. Darinya pula beliau mendalami persoalan agama maupun tafsirnya. Juga mempelajari bahasa hingga mahir dengannya. Dan pada gilirannya, tidak ada seorang pun di muka bumi ini kecuali memerlukan ilmunya.
Selanjutnya, beliau mengembara dan berkeliling di negara-negara muslimin untuk mencari ilmu sesuai kehendak Allah. Setelah merasa cukup, beliau memutuskan Kufah sebagai tempat tinggalnya. Dan kelak beliau menjadi guru dan imam di kota itu.
Beliau menjadi imam shalat bagi kaum muslimin di bulan Ramadhan, terkadang membaca Alquran dengan qira’ah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, terkadang dengan qira’ah Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu dan terkadang dengan qira’ah selainnya.
Jika beliau shalat sendirian, adakalanya beliau khatamkan Alquran dalam sekali shalat. Dan sudah menjadi kebiasaan beliau apabila membaca ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“(Yaitu) orang-orang yang mendustakan al-Kitab (Alquran) dan wahyu yang dibawa oleh rasul-rasul Kami yang telah Kami utus. Kelak mereka akan mengetahui, ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api.” (QS. Al-Mukmin: 70-72)
Atau ketika membaca ayat-ayat serupa yang berisi ancaman, maka menjadi gemetarlah badannya, gentar hatinya, dan menetes air matanya. Kemudian mengulang-ulang ayat tersebut sampai adakalanya hampir pingsan.
Beliau melakukan perjalanan ke Baitullah al-Haram dua kali setiap tahunnya. Pertama adalah pada bulan Rajab untuk melakukan umrah, lalu di bulan Dzulqa’dah hingga usai ibadah haji.
Orang-orang yang merindukan ilmu dan kebaikan datang berduyun-duyun ke Kufah untuk menghirup sumber ilmu yang jernih dari Sa’id bin Jubair. Beliau ditanya, “Apakah khasyyah (takut) itu?” beliau menjawab, “Khasyyah adalah bahwa engkau harus takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hingga rasa takutmu menghalangi dirimu dari perbuatan maksiat.”
Ketika ditanya tentang dzikir, beliau berkata, “Dzikir itu adalah taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa menyahut seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menaati-Nya, berarti dia berdzikir kepada-Nya. Adapun orang yang berpaling dan tak mau taat, maka dia bukanlah termasuk ahli dzikir, meski dia bertasbih dan membaca Alquran semalam suntuk.”
Kota Kufah yang menjadi pilihan beliau untuk menetap ketika itu di bawah kepemimpinan gubernur Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi. Kekuasaan Hajjaj meliputi Irak dan seluruh Masyriq serta negeri di seberangnya, dia memegang kedudukan dan kekuasaannya dengan penuh kesombongan. Dia telah membunuh Abdullah bin Zubair, menumpas gerakannya, menundukkan Irak di bawah kekuasaan Bani Umayah dan memadamkan pemberontakan di sana-sini. Menghunus pedangnya ditengkuk manusia dan menyebarkan rasa takut di seluruh negeri kekuasaannya. Hingga para penduduk merasa ngeri dan takut akan kekejamannya.

Selamat Membaca...

DMCA.comTerimakasih telah membaca “Kisah Islami”. Silahkan bagikan artikel / foto / video diatas ke teman-teman Anda dengan mengklik tombol Like, Send, Tweet atau G+. Dan jangan lupa ya berkunjung lagi kesini...
Sebarkan Bookmark and Share

0 komentar pada artikel tentang: Kisah Islami

Posting Komentar